Kamis, 24 Maret 2011

KETAHANAN PAKAN UNGGAS DI TENGAH KRISIS PANGAN


Pakan merupakan salah satu komponen penting dalam industri perunggasan. Melonjaknya harga pakan setelah krisis moneter di Indonesia sejak tahun 1997 membuat industri perunggasan mengalami degradasi. Bahan pakan unggas yang harus diimpor merupakan penyebab terpuruknya usaha perunggasan, karena biaya pakan ini mencapai 70 persen untuk ayam pedaging dan 90 persen untuk ayam petelur.
Kondisi krisis pakan yang belum pulih sepenuhnya ditambah dengan adanya dua krisis dunia yang lain yaitu krisis energi minyak dari fosil dan krisis pangan yang saling berkelindan menyebabkan pakan unggas semakin terpuruk. Krisis energi dunia diawali pada permulaan 2008 yang ditandai dengan lonjakan harga sampai menembus harga 135 dollar per barrel pada bulan Mei 2008 dan diprediksi akan menembus 200 dollar per barrel pada akhir tahun 2008. Krisis energi minyak ini sebenarnya sudah diantisipasi oleh banyak negara terutama negara maju. Sejak beberapa tahun yang lalu sudah dikaji dan diimplementasikan perubahan rezim minyak fosil menuju energy alternatif biofuel berbahan baku sumber nabati terutama menggunakan biji-bijian.
Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) mengantisipasi program ini dengan membuat undang-undang (UU). Pada Desember 2006, kebijakan pengembangan bahan bakar nabati di AS baru sebatas draft, tetapi empat bulan kemudian sudah menjadi UU. Disamping itu, Uni Eropa membelokkan arah kebijakan energi akibat desakan adanya perubahan iklim global (global warming) dengan lebih mengutamakan sumber energi terbarukan dan ramah lingkungan.
Departemen pertanian Amerika (USDA, United States Department of Agriculture) memperkirakan bahwa kebutuhan bioetanol Amerika akan terus meningkat sampai tahun 2010. Target produksi biofuel pada tahun 2010 menurut rencana sebesar 35 miliar galon. Untuk mendukung ini lebih dari 30 persen produksi jagung Amerika akan disedot ke industri biofuel. AS pada awalnya merupakan eksportir jagung nomor dua dunia, tetapi sekarang net ekspor hampir nol. Dari hasil riset, 10 persen kebutuhan jagung untuk industri etanol di AS adalah sebanding dengan 100 persen kebutuhan di Indonesia. Berdasarkan data yang ada, produksi jagung AS mencapai 250 juta ton per tahun. Serapan ke industri etanol sebanyak 82 juta - 90 juta ton per tahun. Hal tersebut menyebabkan komoditas jagung semakin menjadi primadona di pasar global. Saat ini dunia membutuhkan persediaan jagung yang melimpah sebagai bahan dasar pembuatan bioetanol. Kondisi sekarang terjadi peningkatan produksi jagung di seluruh dunia hanya 3 - 10 persen setiap tahunnya. Sementara tingkat konsumsi melebihi dua kali lipat. Kondisi ini sudah berlangsung dalam lima tahun terakhir seiring dengan peningkatan produksi bioetanol di beberapa negara.
Perubahan kebijakan energi dunia ini menyebabkan adanya perubahan struktur perdagangan biji-bijian dan mengakibatkan peningkatan permintaan bijibijian di dunia. Krisis pangan mulai terjadi karena terjadi perebutan biji-bijian antara untuk konsumsi manusia dan biofuel. Persaingan kebutuhan bahan bakar nabati dan kebutuhan pangan akan terus terjadi, sampai suatu saat terjadi intervensi, atau tercapai keseimbangan yang wajar. Krisis mulai terlihat pada tahun 1999/2000 yaitu saat persediaan biji-bijian mulai menurun. Dalam kurun waktu sembilan tahun dunia mengalami defisit persediaan pangan enam kali yaitu tahun 2000, 2002, 2003, 2004, 2006 dan 2007. Tahun 2008 juga diprediksi defisit persediaan pangan semakin parah.
Krisis pangan ini diperparah dengan perubahan musim hujan dan kemarau yang ekstrem di sejumlah negara pengekspor pangan terutama beras, seperti Thailand, Vietnam, Pakistan, India, Cina dan Myanmar yang mulai membatasi dan bahkan menghentikan ekspornya karena produksi padi menurun dan memprioritaskan memenuhi kebutuhan pangan untuk rakyatnya. Beberapa akar masalah krisis tersebut menyebabkan krisis lanjutan yang semakin parah dan beberapa diantaranya adalah krisis ekonomi dan politik di berbagai negara. Muara krisis tersebut adalah maraknya kekacauan dan pemogokan di berbagai negara, seperti kekerasan di Pantai Gading, huru-hara di Kamerun dengan korban 24 orang meninggal dunia dan yang paling fatal
adalah kejatuhan pemerintahan di Haiti. Food and Agricultural Organization (FAO) menyebut Indonesia merupakan salah satu dari 37 negara di dunia yang mengalami krisis pangan.
            Indonesia juga mengalami situasi yang kurang menguntungkan akibat krisis energi minyak dan krisis pangan global. Krisis energi minyak menyebabkan pemerintah menaikkan harga tiga jenis energi minyak yang bersentuhan langsung dengan hajat hidup rakyat, yaitu premium, solar dan minyak tanah. Pemerintah mengatasi krisis pangan dengan beberapa cara seperti meningkatkan ketahanan pangan oleh BULOG, stabilisasi harga pangan dan subsidi pangan untuk rakyat miskin. Rakyat sendiri berjuang untuk bertahan hidup dari krisis pangan dengan memperketat pengeluaran non pangan karena berkurangnya daya beli, diversifikasi pangan pada pangan non beras (jagung, gaplek, sagu, umbi-umbian) atau sisa beras (nasi aking), menurunkan kuantitas (dari 3 kali makan sehari menjadi 1 - 2 kali makan sehari termasuk “terpaksa” berpuasa) dan kualitas pangan (dari nasi menjadi bubur, dari beras menjadi be-ras atau bekasnya beras) yang dikonsumsi. Upaya tersebut menimbulkan efek langsung pada bidang yang lain dan salah satunya adalah bidang peternakan yang berujung pada krisis pakan. Krisis pakan terjadi karena pangan yang seharusnya teralokasikan untuk pakan menjadi tidak tersedia, sehingga selama terjadi krisis pangan maka akan selalu terjadi krisis pakan.
 Kebutuhan pakan ternak terutama pakan unggas mencapai tingkat tertinggi pada tahun 1996, yakni 6,5 juta ton, selanjutnya menurun menjadi 4,8 juta ton pada tahun 1997 dan terus menurun menjadi 2 juta ton pada tahun 1998, akibat krisis moneter dan daya beli masyarakat yang melemah. Keadaan ekonomi yang sedikit membaik pada tahun 1999 menyebabkan kebutuhan pakan meningkat kembali menjadi 3,5 juta ton. Peningkatan kebutuhan pakan tersebut diikuti dengan peningkatan impor bahan pakan utama, seperti bungkil kedelai, jagung, dan tepung ikan.
Perkembangan industri perunggasan yang makin membaik menuntut ketersediaan bahan baku pakan yang meningkat. Perkiraan kebutuhan pakan unggas yang mencapai 4 - 6 juta ton dapat dilihat pada Tabel 1. Apabila diasumsikan pakan ayam petelur dan pedaging tersusun dari 52 persen jagung, maka diperlukan 2 - 3 juta ton jagung per tahun. Sementara itu untuk bungkil kedelai dibutuhkan 1 - 1,5 juta ton/tahun apabila tercampur 25 persen dalam pakan. Apabila pakan tersusun dari tepung ikan 4 persen maka jumlah tepung ikan yang harus disediakan mencapai 160.000 - 240.000 ton per tahun. Untuk dapat memenuhi permintaan tersebut, maka
potensi dan sumber pakan lokal perlu mendapat perhatian dengan memperhatikan azas efisiensi usaha serta aspek teknis dan ekonomis.
Upaya pemenuhan kebutuhan bahan pakan sumber protein baik nabati maupun hewani masih merupakan masalah utama. Bungkil kedelai sebagai salah satu komponen utama pakan unggas belum dapat diproduksi secara optimal di Indonesia karena kedelai sebagai sumber bungkil kedelai merupakan tanaman subtropis. Selain itu, produksi kedelai masih diutamakan untuk konsumsi manusia dan bahkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pemerintah masih mengimpor kedelai. Demikian juga dengan kebutuhan tepung ikan sebagai campuran pakan, masih dipenuhi dengan cara mengimpor.
Substitusi bungkil kedelai dengan bahan lain seperti kacang gude, kecipir, koro, dan protein sel tunggal telah banyak dilakukan. Namun hasilnya dihadapkan pada ketersediaan yang tidak berkelanjutan, kualitas tidak konsisten, serta teknologi budi daya dan pengolahan cukup mahal. Penggunaan bahan pakan non konvensional, seperti tepung darah, bungkil kacang tanah, ampas tahu, dan bungkil biji kapuk masih menghadapi kendala yang sama. Berbeda dengan bahan pakan sumber protein, bahan pakan sumber energy seperti jagung, dedak, ubikayu, dan minyak dalam jangka pendek dapat dipenuhi dari bahan pakan lokal. Permasalahannya adalah kontinuitas ketersediaan masih diragukan, terutama pada musim kemarau, disamping kualitas produk yang bervariasi. Penanganan pasca panen seperti pengeringan dan penyimpanan yang belum ditangani secara serius merupakan kunci utama kelangkaan jagung pada musim kemarau, sekaligus penyebab bervariasinya kualitas.
Berbagai permasalahan di atas baik permasalahan global maupun dalam negeri menyebabkan harga pakan unggas tidak menentu, tergantung dari ketersediaan pakan. Kondisi tersebut tidak menguntungkan sekitar 2,5 juta peternak pada saat ini. Mereka terbebani kenaikan harga pakan ayam pedaging dari 2.700 rupiah menjadi 3.300 rupiah per kg dan dari 1.700 rupiah menjadi 2.200 rupiah per kg untuk pakan ayam petelur. Kenaikan pakan unggas ini ditanggung oleh para peternak sehingga mau tak mau harus meningkatkan harga jual ayam. Harga ayam yang biasanya naik saat mendekati hari-hari raya nasional dan keagamaan, sekarang terus naik tanpa melihat ada tidaknya hari raya. Harga daging ayam dan telur yang relatif lebih murah dibandingkan dengan daging ikan atau sapi menyebabkan ruang untuk menaikkan harga daging ayam masih ada, kendalanya adalah ketika dorongan harga ke atas tidak diimbangi oleh kenaikan daya beli konsumen sehingga dapat menyebabkan penurunan volume penjualan. Selain itu masyarakat dapat beralih ke sumber protein lain yang relatif lebih murah seperti sumber protein nabati. Dengan demikian akan semakin menyulitkan peternak untuk menaikkan harga guna mempertahankan margin keuntungan, padahal tekanan untuk menaikkan harga terjadi karena lonjakan harga pakan ternak sangat tinggi. Posisi peternak pun menjadi terjepit. Kesulitan perekonomian yang menimpa dunia usaha di Indonesia termasuk peternak unggas seperti di atas dapat tergambarkan secara makro dengan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sebesar 6,3 persen, akan tetapi dalam kurun waktu yang sama inflasi tumbuh 6,59 persen pada tahun 2007.
2. Problem Bahan Pakan Minyak Goreng
Ketersediaan minyak goreng sebagai bahan pakan sumber energi dapat tercukupi oleh pasokan dalam negeri. Selama beberapa tahun terakhir ini secara berturut-turut terjadi kenaikan produksi minyak goreng nasional. Pada tahun 2004 produksi crude palm oil (CPO) masih 12.38 juta ton, sementara pada tahun 2005 sebesar 13.97 juta ton, namun masih dibawah produksi CPO Malaysia. Pada tahun 2006 mulai terjadi peningkatan produksi CPO sedikit di atas produksi Malaysia sebesar 16,05 juta ton. Semakin tahun Indonesia semakin meninggalkan produksi CPO Malaysia dengan menghasilkan produksi sebesar 16,70 juta ton pada tahun 2007 dan diperkirakan sebesar 18,60 juta ton pada tahun 2008. Peningkatan produksi CPO tersebut sebagian besar ditujukan untuk ekspor. Sebanyak lebih dari 12 juta ton CPO dialokasikan untuk ekspor pada tahun 2007. Sisanya sebesar 4,5 juta ton digunakan untuk kebutuhan dalam negeri yang terbagi 1,5 juta ton untuk produk hilir seperti kosmetik, produk konsumsi dan biodisel. Sedangkan 3 juta ton diolah menjadi minyak goreng untuk keperluan pangan dan pakan.
Harga bahan pakan unggas secara ekonomis sangat mempengaruhi harga pakan tersebut. Umumnya bahan pakan sumber energi seperti jagung, sorghum dan padi-padian lainnya berharga relatif murah kecuali minyak goreng. Harga minyak goreng relatif mahal karena murni sebagai sumber energi tanpa ada sumber zat makanan lainnya dan buatan pabrik. Kandungan energi minyak berkisar antara 8400 – 8600 kkal/kg bergantung dari bahan dan kualitas minyak tersebut. Minyak dianjurkan untuk diberikan pada unggas dalam jumlah yang relatif sedikit. Campuran minyak goreng pada pakan maksimal di bawah 5%. Harga minyak menjadi semakin mahal akibat beberapa kondisi global. Krisis energi membuat harga minyak bumi mahal, hal ini menyebabkan biaya ekonomi untuk produk lainnya menjadi tinggi pula termasuk minyak goreng. Akibat krisis energi, negara-negara maju dipelopori oleh Brazil, Amerika Serikat dan Uni Eropa mengalihkan sumber energi dari minyak bumi ke biofuel yang berasal dari minyak nabati. Adanya kesadaran untuk menjaga bumi dari global warming menyebabkan keseriusan banyak negara mengalihkan sumber energi pada energi terbarukan. Energi terbarukan umumnya diambil dari produk pangan manusia sehingga terjadi persaingan antara konsusmi pangan dan biofuel. Disamping itu terjadi pula pengalihan lahan dari penanaman untuk pangan menjadi penanaman untuk biofuel. Selanjutnya terjadi pula alih fungsi pada sebagian produk dari minyak untuk konsumsi menjadi minyak untuk biofuel. Beberapa kondisi tersebut menyebabkan terjadinya lonjakan harga minyak goreng. Harga minyak goreng pada tahun 2006 masih berkisar pada 500 dollar AS per ton, namun melonjak tajam satu tahun kemudian pada Desember 2007 menjadi 1.000 dollar AS per ton. Adapun harga lokal minyak goreng naik dari 5.124 rupiah per kg pada Desember 2006 menjadi 8.000 rupiah pada Desember 2007. Minyak goreng naik lagi pada bulan April 2008 menjadi 13.000 – 14.000 rupiah per kg.
3. Problem Bahan Pakan Jagung
Tingkat persaingan penggunaan bahan pakan unggas dengan manusia terjadi pada bahan pakan utama, yaitu jagung. Selama ini jagung merupakan salah satu makanan pokok sebagian masyarakat Indonesia. Akibatnya tingkat ketersediaan untuk unggas yang seharusnya tinggi, menjadi rendah karena digunakan oleh manusia. Hal ini akan lebih diperparah lagi pada musim kemarau pada saat tingkat ketersediaan riil jagung rendah karena penanaman jagung sudah berkurang.
 Jagung pada dasarnya merupakan bahan pangan sumber karbohidrat kedua sesudah beras bagi penduduk Indonesia. Disamping itu, jagung juga digunakan untuk pakan ternak unggas dan menjadi bahan baku industri makanan lainnya. Sejalan dengan adanya peningkatan pendapatan masyarakat dan tingkat pengetahuannya, konsumsi protein hewani khususnya daging dan telur terlihat juga terus meningkat. Hal ini mendorong meningkatnya kebutuhan pakan ternak yang kemudian meningkatkan kebutuhan jagung, karena jagung merupakan 52% dari komponenpakan ternak unggas.
Produksi jagung tahun 2002 adalah 9,65 juta ton pipilan kering. Produksi jagung tahun 2003 sebesar 10,91 juta ton pipilan kering. Produksi tersebut mengalami kenaikan sekitar 13,01% (1,26 juta ton pipilan kering) dibanding tahun 2002. Produksi jagung tahun 2004 diperkirakan sebesar 11,36 juta ton pipilan kering. Produksi jagung seluruh Indonesia mencapai sekitar 12,4 juta ton pada tahun 2005, dan Jawa Timur menyumbang 4,4, juta ton. Namun demikian produksi jagung tersebut belum memenuhi kebutuhan jagung nasional sehingga harus impor. Data tahun 2005 menunjukkan impor jagung untuk pangan dan pakan mencapai sekitar 43 ribu ton senilai 13,2 juta dollar.
Setelah bertahun-tahun mengimpor jagung, pada tahun 2008 Indonesia diperkirakan dapat mengekspor jagung sebesar 800.000 ton, volume yang sama dengan impor tahun 2007. Ekspor memungkinkan dilakukan mengingat produksi jagung nasional meningkat pada tahun 2007 sebanyak 13,28 juta ton atau naik sebesar 14,4 persen atau 11,37 juta ton pada tahun 2006. Pada tahun 2008 diperkirakan produksi jagung meningkat menjadi 13,88 juta ton. Namun pemerintah menargetkan produksi jagung tahun 2008 antara 15,90 – 16,50 juta ton dengan luas tanam 4,25 juta hektar dan produktivitas per hektar 4,00 – 4,23 ton. Departemen Pertanian RI, menyatakan saat ini dari 27 juta hektar lahan yang cocok untuk ditanami jagung, baru 3,7 juta hektar yang ditanami sehingga potensi bagi peningkatan produksi jagung di masa mendatang cukup besar. Tahun 2007 konsumsi jagung untuk pangan hanya sekitar 3,5 juta ton, sedangkan tahun 2008 diperkirakan dapat mencapai 4,1 juta ton, sedangkan kebutuhan untuk konsumsi industri mencapai 2,9 juta ton dan pabrik pakan sekitar 5,6 juta ton.
Ketersediaan jagung yang melimpah ini bukan berarti menjadi berkah bagi para peternak. Peternak terpaksa harus membeli jagung dengan harga lebih mahal karena pedagang lebih suka mengekspor jagung akibat harga jagung di dunia internasional lebih menarik. Pada akhir 2005, harga spot jagung di bursa komoditas Brasil masih senilai 7,44 dollar AS per bag seberat 60 kilogram. Harga ini lalu meningkat tajam ke 11,38 dollar AS per bag atau naik 52,96% pada akhir tahun 2006 dan masih terus menanjak ke 18,06 dollar AS per bag (naik 58,70%) di akhir tahun 2007. Tahun 2006 harga jagung dalam negeri 950 rupiah per kg di tingkat petani. Dalam waktu relatif singkat, harga jagung dunia naik dari 135 dollar AS per ton menjadi 270 dollar AS per ton pada posisi Oktober 2007. Akibatnya, harga jagung lokal terdongkrak menjadi 2.450 rupiah per kg. Harga jagung internasional pada bulan Januari 2008 naik 26 persen dari periode yang sama pada tahun 2007. Di dalam negeri, harga jagung naik dari 1.000 rupiah per kg pada awal tahun 2007 menjadi 2.500 –2.800 rupiah per kg pada saat ini.
4. Peran Berbagai Pihak dalam Pemecahan Masalah Bahan Pakan Unggas
Pemecahan masalah pakan unggas harus komprehensif dan melibatkan banyak pihak sehingga dapat dijadikan dasar untuk pemenuhan kebutuhan pakan unggas secara berkelanjutan. Pemecahan masalah tersebut meluas mulai dari peran pemerintah, pelaku usaha, masyarakat dan kalangan akademisi. Pemerintah memainkan peran penting selaku regulator dan stabilisator usaha bahan pakan unggas. Pelaku usaha berperan sebagai investor dan operator skala besar. Masyarakat terutama petani, peternak dan nelayan kecil berperan dalam tataran teknis sebagai penyedia bahan pakan skala kecil tetapi dengan potensi produksi sangat besar. Sedangkan kalangan akademisi dapat menyumbangkan bidang keilmuan melalui penyelesaian permasalahan pakan unggas dengan pendidikan, pelatihan, penelitian dan implementasi di lapangan. Keempat komponen dapat bermain secara harmonis pada perannya masing-masing dengan bekerja sama dalam meningkatkan produksi dan meminimalkan permasalahan usaha bahan pakan.
5. Peran Pemerintah
Problem krisis pakan yang terjadi dimulai dari kondisi global yang kemudian mempengaruhi kondisi lokal. Apabila terjadi peningkatan harga di dunia internasional maka akan terjadi pula peningkatan harga di dalam negeri, sehingga perlu langkah-langkah untuk memperkuat ketahanan pangan nasional dari kondisi tersebut sehingga ketahanan pakan juga terjamin. Disamping itu, kenaikan harga di tingkat lokal mengharuskan adanya upaya untuk meningkatkan daya beli konsumen terhadap pangan sehingga secara tidak langsung daya beli pakan akan terangkat.
Arah politik kebijakan pemerintah selama ini lebih mementingkan kelompok mayoritas dalam pengambilan keputusan. Pada kasus politik pangan dan pakan pemerintah lebih memihak konsumen daripada produsen terutama petani. Pemerintah menetapkan harga pangan pada level yang relatif terjangkau oleh konsumen. Akibatnya penerimaan petani menjadi rendah. Semangat untuk menghasilkan pangan dan pakan merosot, ditambah dengan kenaikan bahan bakar minyak menyebabkan daya beli petani menurun. Pemerintah perlu mempertimbangkan kembali kebijakan pangan dan pakan dengan menyeimbangkan harga pada level yang lebih menguntungkan petani tetapi dapat dijangkau oleh konsumen. Upaya peningkatan produksi pangan dan pakan dapat dilakukan melalui sinkronisasi kebijakan antar instansi terkait untuk menjaga permintaan konsumsi masyarakat dan ternak dapat dipenuhi. Selama ini kebijakan pemerintah tidak terprogram secara baik dalam jangka panjang dan hanya berfungsi untuk mengatasi masalah saat itu juga, parsial dan kadang terjadi tumpang tindih dengan instansi lainnya. Sering terjadi benturan antara masing-masing departemen karena mempunyai agenda kepentingannya sendiri. Contoh yang paling jelas adalah sering terjadinya gesekan antara Departemen Perindustrian dengan Departemen Pertanian. Kepentingan Departemen Pertanian adalah menjaga dan meningkatkan panen bahan pangan dari hasil pertanian di Indonesia. Hal tersebut menyebabkan Departemen Pertanian cenderung protektif dan agak alergi dengan impor. Sementara itu Departemen Perindustrian memandang dari sisi kebutuhan industri yang memerlukan bahan baku untuk memenuhi kebutuhan produknya yang sebagian harus diimpor karena keterbatasan bahan baku. Dua kepentingan yang bertolak belakang ini seharusnya dipadukan antar instansi terkait.
Pemerintah perlu mendorong peningkatan produksi pangan. Adagiumnya adalah semakin meningkat produksi pangan maka semakin meningkat pula produksi pakan karena umumnya pakan merupakan hasil ikutan pangan. Peningkatan produksi pangan dan pakan ini dapat dilakukan dengan meningkatkan produktivitas (lahan maupun tenaga kerja), perbaikan teknologi budidaya dan pasca panen, menjamin sarana produksi pertanian (pupuk, bibit dan obat-obatan), memperbaiki infrastruktur dan kelembagaan pertanian, memperbaiki rantai pemasaran dan distribusi, revitalisasi kegiatan riset dan rezim perdagangan Pembukaan lahan pertanian dapat dilakukan dengan pemanfaatan lahan terlantar yang ada. Menurut Departemen Pertanian, dari luas daratan Indonesia sekitar 190 juta hektar, sekitar 101 juta hektar dapat dikembangkan untuk pertanian tanpa mengganggu keseimbangan ekologis. Sekitar 64 - 69,15 juta dari keseluruhan luasan yang sudah dimanfaatkan menjadi lahan pertanian. Meskipun demikian dari jumlah inipun, lahan sawah hanya sebesar 7,7 juta hektar, sisanya tegalan sebesar 10,6 juta hektar, perkebunan (rakyat dan swasta) sebesar 19, 6 juta hektar, kayukayuan sebesar 9,4 juta hektar dan 12,4 juta hektar masih berupa rawa, semak belukar atau alang-alang. Masalah yang muncul adalah status lahan yang tidak jelas dan pengalihan lahan pertanian menjadi non pertanian. Salah satu strategi untuk memperjelas status lahan adalah dengan menjalankan reformasi agraria. Komitmen pemerintah dalam menjalankan Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) perlu dipertegas. Land reform yang sudah menjadi kebijakan pemerintah harus terus dijalankan terutama pada lahan terlantar, lahan pinggir hutan dan pembatasan serta penciutan lahan milik perseorangan dan perusahaan yang terlalu luas. Apabila land reform dapat dilaksanakan dengan baik maka akan dapat mendorong peningkatan kepemilikan lahan oleh petani yang sekarang hanya kurang dari 0,3 hektar. Alih fungsi lahan pertanian perlu diperketat mengingat setiap tahun sekitar 120.000 hektar lahan hilang untuk keperluan non pertanian. Padahal sebagian besar lahan pertanian tersebut merupakan lahan irigasi subur dan sangat produktif.
Beberapa daerah pada saat ini mulai mengambil kebijakan untuk mengalihkan sebagian lahan pertanian maupun membuka lahan baru untuk menanam tanaman yang lebih menguntungkan di pasar gobal maupun lokal. Jagung merupakan primadona baru yang mengalami peningkatan produksi sangat pesat. Propinsi Gorontalo merupakan salah satu daerah yang mengembangkan jagung secara besarbesaran sehingga dapat mengekspor produksi jagung dengan harga tinggi. Disamping itu terdapat kecenderungan dari industri pengguna jagung termasuk pabrik pakan ternak untuk mengalihkan pengadaan jagung dari impor ke lokal. Alasan yang dikemukakan adalah harga jagung lokal lebih murah dibanding harga global yang fluktuatif dan dapat dibayar dengan rupiah, jagung impor umumnya merupakan hasil panenan tahun lalu sehingga kualitas zat makanannya berkurang, kualitas jagung lokal lebih bagus dibanding impor karena masa penggunaan pasca panen yang pendek dan dapat membeli dengan jumlah relatif sedikit sementara apabila impor harus dalam jumlah besar. Alasan yang lebih penting adalah adanya benefit yang tidak sekedar untung rugi, tetapi juga peluang terciptanya lapangan kerja, cadangan pangan yang kuat dan peningkatan daya beli petani.
6. Peran Pelaku Usaha
Perkembangan dunia bahan pakan akhir-akhir ini menyebabkan investor tertarik untuk terjun di bidang ini. Pasar ekspor yang cukup tinggi memungkinkan invesor menanamkan modal dalam jangka waktu yang panjang terutama akibat adanya upaya penggunaan biofuel di negara-negara maju. Pada satu sisi ini sangat menguntungkan bagi dunia usaha bahan pakan, namun demikian perlu diwaspadai keberlanjutan investasi ini terutama pada pertanian jagung dan kedelai yang merupakan tanaman semusim sehingga potensial menjadi investasi jangka pendek bukan sebagai investasi jangka panjang seperti perkebunan kelapa sawit. Peran pengusaha untuk terjun di bidang bahan pakan dapat juga dilakukan dengan mengadopsi pola kemitraan antara petani dengan pabrik makanan ternak. Pola kemitraan terpadu merupakan salah satu model pengembangan potensi agribisnis. Selain jaminan harga dan pasar, pola kemitraan diharapkan dapat menjembatani masalah-masalah yang dihadapi kalangan petani menyangkut aspek produksi dan penanganan pasca panen. Tentu saja, pola pengembangan tersebut dapat melibatkan banyak pihak seperti penyedia sarana pertanian, pemerintah sebagai pengawas, dan tentunya perbankan sebagai penyedia dana.
Masing-masing pihak memiliki peran dalam pola kemitraan terpadu yang sesuai dengan bidang usahanya. Bisa saja, hubungan kerja sama antara kelompok petani dengan industri pengolahan atau eksportir dirancang seperti hubungan antara plasma dengan inti pada pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Petani merupakan plasma bertanggung jawab untuk menyediakan hasil panenan sesuai dengan mutu yang disepakati, sementara industri pengolahan sebagai inti bertanggung jawab menyerap hasil panen serta memberikan pendampingan. Kerja sama kemitraan ini kemudian menjadi terpadu dengan keikutsertaan pihak bank yang memberi bantuan pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma. Proyek ini harus disiapkan dengan dasar saling berkepentingan di antara semua pihak yang bermitra. Dengan demikian, tidak tertutup kemungkinan kemampuan produksi bahan pakan dapat meningkat. Kemitraan tersebut dapat merencanakan kerjasama pengelolaan yang mampu mengatasi permasalahan yang mungkin timbul dalam usaha bahan pakan. Keuntungan yang dapat diraih adalah membantu menciptakan penghematan devisa negara, mantapnya produksi bahan pakan dalam negeri pada tingkat yang mencukupi, dan pasokan bahan pakan akan lancar. Manfaat selanjutnya adalah terselenggaranya kelancaran dalam usaha peternakan ayam untuk produksi telur dan daging yang
sangat penting guna meningkatkan kualitas gizi makanan masyarakat Indonesia.
7. Peran Masyarakat
Masyarakat dapat memanfaatkan potensi bahan pakan lokal yang mempunyai prospek ketersediaan tinggi, harga relatif murah dan komposisi zat makanan yang dapat bersaing dengan bahan pakan unggas utama. Banyak daerah di Indonesia yang mempunyai bahan-bahan pakan sumber energi dan sumber protein dari hewani maupun nabati yang berasal dari hasil dan limbah pertanian, peternakan maupun perikanan. Potensi bahan pakan sumber energi antara lain: tepung umbi ubi jalar, tepung ubi kayu, onggok, sorghum, isi rumen sapi, tepung daun pisang dan susu bubuk kadaluwarsa. Ubi jalar, ubi kayu dan pisang adalah tanaman yang banyak terdapat di Indonesia dan mudah tumbuh di berbagai kondisi lahan. Sorghum terutama terdapat di pantai utara Jawa, Yogyakarta dan Madura. Potensi bahan pakan sumber protein antara lain bungkil biji karet, bungkil kelapa, bungkil inti sawit, isi rumen dan lain-lain. Bungkil biji karet didapatkan dari industri minyak karet. Sementara itu perkebunan karet tersebar di seluruh pulau Jawa dan Sumatera. Demikian juga bungkil kelapa dan bungkil inti sawit terdapat dalam jumlah besar di seluruh kepulauan Indonesia. Isi rumen umumnya menjadi limbah dan mengganggu lingkungan. Sementara apabila dioptimalkan dapat menghasilkan sumber bahan makanan yang luar biasa banyak karena setiap hari selalu tersedia di rumah pemotongan hewan. Potensi lain yang sangat besar adalah dari sumber daya pakan dari air. Produksi penangkapan ikan Indonesia masih dapat ditingkatkan. Kebijakan pemerintah untuk melindungi nelayan dengan melarang kapal penangkap ikan besar seperti trawl beroperasi dapat disempurnakan dengan membagi peran masing-masing. Nelayan dapat beroperasi di daerah pantai sampai kilometer tertentu, sementara pengusaha penangkapan ikan dapat beroperasi di luar wilayah tangkapan nelayan. Akibat adanya kebijakan yang kurang komprehensif menyebabkan maraknya illegal fishing oleh industri perikanan luar negeri terutama pada wilayah tangkapan Laut Cina Selatan dan Laut Arafuru.
Masyarakat dapat memanfaatkan potensi sumber daya pakan dari air seperti tumbuh-tumbuhan air seperti rumput laut, azolla, ganggang ataupun hewan air dan limbahnya, seperti limbah udang, limbah ikan, kerang, ketam dan lain-lain. Tumbuhtumbuhan air adalah sumber protein tinggi yang dapat dimanfaatkan untuk mengganti bungkil kedelai. Panen tumbuh-tumbuhan air dapat dilakukan sepanjang waktu dan penanganan pasca panen relatif mudah.
Potensi hewan air belum tergarap secara optimal. Limbah udang sampai saat ini masih dibuang tanpa diolah lebih lanjut untuk bahan pakan. Padahal sentra-sentra tambak udang terhampar luas di pantai Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Ikan dan limbah ikan merupakan potensi yang luar biasa jumlahnya. Sentra industry tepung ikan perlu diperbanyak di daerah perikanan di Indonesia sehingga ikan tidak hanya diolah menjadi ikan asin dan pindang, sementara limbah ikan terbuang percuma.
8. Peran Akademisi
Kemajuan dunia pakan unggas tidak terlepas dari sumbangsih para akademisi dalam menularkan bidang keilmuannya melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian. Sebagian besar propinsi di Indonesia mempunyai perguruan tinggi yang berkonsentrasi pada ilmu peternakan khususnya pakan unggas dan sudah menghasilkan ribuan alumni. Pendidikan yang diperoleh merupakan dasar untuk menekuni dunia pakan unggas di luar kampus. Sumberdaya alumni peternakan umumnya sudah terjun di dunia usaha pakan unggas baik sebagai pelaku usaha maupun menjadi bagian dari industri pakan. Pergumulan intensif di dunia pakan unggas menyebabkan mereka tahu setiap permasalahan dan arah pergerakan pakan unggas. Pengalaman mereka dapat digunakan untuk memajukan dunia peternakan unggas. Komitmen mereka untuk kemajuan bangsa, kesejahteraan rakyat dan kebangkitan industri pakan unggas merupakan langkah untuk menjadikan pakan unggas sebagai tuan rumah di negeri sendiri. Ketergantungan pada impor dan investasi dari luar negeri sedapat mungkin diminimalisasi. Sayangnya sumberdaya manusia calon mahasiswa yang tertarik menekuni dunia keilmuan peternakan khususnya pakan unggas mengalami degradasi pada tahun-tahun ini. Padahal di lain pihak, kebutuhan pakan melonjak tinggi akhir-akhir ini sehingga permintaan tenaga kerja terdidik bidang pakan melebihi jumlah lulusan perguruan tinggi peternakan. Kesempatan emas ini merupakan peluang bagi perguruan tinggi menawarkan calon mahasiswa untuk memasuki dunia ilmu peternakan khususnya pakan unggas dan mencetak alumni yang menguasai keilmuan pakan unggas.








DAFTAR PUSTAKA
Astono, B. dan Hamzirwan Kompas. Konglomerat di Pertanian: Semua Berawal
dari CSR. 25 April 2008, hal. 47, kol. 1-7.

Biro Pusat Statistik. 2007. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta.

Hamzirwan. Harga Komoditas: Menyiapkan Benteng Penangkis Tsunami Krisis
Pangan. Kompas. 25 April 2008, hal 21, kol. 1-7.

Heriyanto dan R. Anandita. 1997. Pola kemitraan agroindustri yang berkelanjutan
dalam era perdagangan bebas: peningkatan peran dan kesejahteraan usaha
kecil.

Kompas. Krisis Pangan Indonesia: Momentum Kebangkitan Pertanian Indonesia?.
25 April 2008, hal. 45, kol. 1-7.
34

Kompas. Nasib Petani: Kesejahteraan Hanya Ada di Ujung Mimpi. 25 April 2008,
hal. 46, kol. 2-7.

Kompas. Peran Swasta Dinaikkan: Indonesia Menjadi Eksportir Jagung. 29 Mei
2008, hal 17, kol. 3-6.

1 komentar:

Amisha mengatakan...

Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

Posting Komentar